PPI Belanda: Tegakkan Keadilan di Papua

Written By bos blog on Rabu, 27 Februari 2013 | 00.05


AMSTERDAM, KOMPAS.com - Prihatin dengan kondisi Papua yang terus begolak, Persatuan Pelajar Indonesia atau PPI Belanda dan PPI Utrecht, mendesak pemerintah segera mencari solusi perdamaian.


Menurut mereka, konflik di Papua sudah berlarut-larut dan dipicu banyak faktor yang harus diselesaikan dari akar permasalahannya.


"Perlu kiranya direnungkan kembali ucapan Marthin Luther King Jr bahwa kedamaian tidak ditunjukkan dari ketiadaan konflik, melainkan hadirnya keadilan," demikian kesimpulan hasil diskusi di Aula Stichting Generasi Baru (SGB) Utrecht pada hari Minggu (24/02/2013) lalu.


Mahasiswa mendesak, hukum harus ditegakkan secara imparsial di Papua kepada mereka yang tidak ingin Papua damai. Sikap adil ini perlu ditujukan bukan hanya untuk kelompok yang ingin memisahkan diri dari NKRI dan kelompok pro integrasi, namun juga kepada pihak tertentu dari Indonesia yang mengharapkan keuntungan dari berlanjutnya kekerasan di Papua.


Selama ini, forum kerap mendengar tuduhan berbasis teori konspirasi, baik di level nasional maupun internasional, yang menduga bahwa konflik di Papua sengaja dirawat untuk memastikan aparat keamanan non-organik bercokol di Papua. Oleh karena itu, Pemerintah RI, perlu membuktikan hal ini guna meningkatkan kepercayaan publik baik dalam konteks nasonal maupun lokal Papua.


"Forum diskusi menilai, trust adalah modal yang paling penting untuk melakukan proses dialog menuju keinginan 'Papua damai, Papua tanpa kekerasan' sebagaimana format road map Papua," lanjut pernyataan bersama itu.


Evaluasi Keberadaan Freeport


Para mahasiswa menjadikan film Alkinemokiye, film dokumenter bertemakan kekerasan di Papua yang mengulas konflik berdarah buruh Freeport dengan pihak manajemen sebagai rujukan. Dhandy Laksono, sang sutradara film, hadir untuk mengulas hal ihwal film yang dilanjut dengan kajian Sdr. Cahyo Pamungkas, Antopolog pemerhati konflik Papua dari LIPI dan PhD kandidat Radbound University di Nijmegen.


Salah satu isu dalam dinamika Papua adalah keberadaan PT Freeport yang telah bermukim di Papua sejak 1967. Forum merujuk pada film Alkinemokiye tentang mogok kerja yang dilakukan oleh serikat pekerja PT Freeport karena akumulasi kekecewaan yang terjadi dalam puluhan dekade terakhir di antaranya rendahnya gaji yang mereka dapatkan dengan resiko kerja yang mereka hadapi, ketiadaan dana pensiun, serta ketidakjelasan janji surat saham yang diberikan PT Freeport kepada para pekerja.


Dari film Alkinemokiye diketahui bahwa terdapat 24 tingkatan kategori pekerja di PT Freeport; yang terendah mendapatkan gaji Rp 3,3 juta per bulan dan tertinggi Rp 5,5 juta per bulan, hal mana sangat jauh lebih rendah dari pekerja Freeport di belahan bumi lainnya. Sehingga Pemerintah perlu melakukan intervensi kepada PT Freeport tentang tata kelola pekerja dan juga per-gaji-an khususnya untuk para pekerja lapangan.


"Dari film ini kita belajar tentang gerakan pekerja yang mampu mendesak perusahaan multinasional seperti PT Freeport. Jika serikat pekerja yang termasuk dalam kategori non-state actor saja mampu memperjuangkan hak kesejahteraan mereka, seharusnya pemerintah lebih punya kekuatan dan kemauan untuk melindungi hak rakyatnya atas ketidakadilan yang dilakukan oleh perusahaan asing," demikian para mahasiswa memberikan desakan.


Tantangan berikutnya bagi semua aktor yang terlibat bagaimana melakukan proses transisi pembangunan Papua dengan lancar dan tanpa kekerasan. Permasalahan papua juga perlu dilihat dalam konteks kedaulatan sumber daya alam, salah satunya dengan memperjuangkan hak rakyat Indonesia atas bumi dan isinya untuk kesejahteraan sebagaimana diamanatkan UUD. Untuk tujuan ini, mereka berpendapat pemerintah perlu mengevaluasi dan memformulasi ulang keberadaan PT Freeport di tanah Papua.


Ada empat rekomendasi bagi pemerintah yang dicetuskan dalam forum tersebut.


Pertama, memenuhi hak-hak dasar rakyat Papua dan perjuangkan kedaulatan sumber daya alam di Papua.


Kedua, pendekatan dialogis dalam penyelesaian konflik, hati ke hati, dan hindari pendekatan militer. Penyelesaian konflik Aceh adalah contoh yang baik, meskipun permasalahan dan solusi tidaklah musti sama.


Ketiga, menindaklanjuti hasil-hasil konferensi perdamaian Papua pada tanggal 5-7 Juli 2011 dan fokus pada agenda Papua damai.


Keempat, evaluasi Undang-Undang ketenagakerjaan, khususnya yang terkait dengan pekerja di perusahaan asing.












Anda sedang membaca artikel tentang

PPI Belanda: Tegakkan Keadilan di Papua

Dengan url

http://keepyourcurrenthealth.blogspot.com/2013/02/ppi-belanda-tegakkan-keadilan-di-papua.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

PPI Belanda: Tegakkan Keadilan di Papua

namun jangan lupa untuk meletakkan link

PPI Belanda: Tegakkan Keadilan di Papua

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger