JAKARTA, KOMPAS.com - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta akan mengecek langsung kebenaran penyebab empat perusahaan yang hengkang dari kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Ketua Kadin DKI Jakarta Edy Kuntadi mengatakan, pernyataan perusahaan hengkang dari Jakarta karena UMP perlu diverifikasi lagi.
”Kita baru dengar hal itu di media, apa benar mereka hengkang karena tidak sanggup bayar gaji sesuai UMP? Itu perlu ditanya ke perusahaanya,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (20/8).
Edy mengatakan, Kadin DKI akan melakukan pengecekan, dan jika memang benar diakibatkan kesulitan membayar UMP yang tinggi, maka patut menjadi perhatian semua pihak.
”Bisa saja perusahaannya yang memiliki manajemen kurang baik, terlibat hutang besar, atau lainnya, jadi memang harus dicek. Tapi kalau memang benar (karena UMP tinggi), ini harus menjadi perhatian,” ujarnya.
Menurut Edy, kenaikan UMP tinggi perlu diwaspadai pada 2014. Menurutnya, dalam pembahasan APBN RI 2014 juga terdapat kenaikan unsur gaji pegawai negeri sipil.
”Kenaikan gaji PNS akan memicu kenaikan gaji di sektor swasta. Ditambah kenaikan harga BBM, inflasi, dan sebagainya, pasti ada kenaikan UMP tahun depan,” ujarnya. Kadin DKI juga akan menerjunkan tim untuk memantau langsung harga-harga dan kebutuhan masyarakat. Agar bisa merumuskan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) untuk tahun 2014.
Bahkan unsur buruh sudah mengusulkan angka UMP untuk tahun 2014 yaitu sebesar Rp3,7 juta. Usulan itu, didasarkan atas pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyatakan standar kehidupan layak di Jakarta mencapai Rp4 juta.
Namun Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja menilai perusahaan di Jakarta tidak akan sanggup menaikkan UMP sebesar itu. Pria yang biasa disapa Ahok mengatakan jika UMP naik hingga angka itu, bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Jakarta.
”Idealnya memang relokasi pabrik-pabrik agar pindah dari Jakarta, tapi tidak bisa langsung, UMP juga tidak bisa langsung besar,” ujar pria yang biasa disapa Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin. Menanggapi ketidak mampuan perusahaan membayar UMP, Ahok menilai tidak ada keseimbangan antara UMP dengan produktifitas buruh.
Bila UMP dinaikkan mendekati KHL Rp 4 juta tersebut, lanjut Ahok, produktivitas dan kinerja buruh atau pekerja belum sesuai dengan gaji yang didapatkan.
”Solusi kita menjadikan para pekerja ini sebagai pengusaha sektor Usaha Kecil Menengah (UKM). Tetapi masalahnya, mereka akan jualan di pinggir jalan, buka warung, jadi PKL, ya masalah lagi buat Jakarta,” tuturnya.
Ia mengatakan, pengusaha masih banyak memilih berusaha di Jakarta karena infrastruktur sudah sangat siap. Sedangkan di kawasan lain, infrastruktur masih sulit. Pemerintah pusat masih belum mampu melakukan pemerataan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah.
“Kalau produksinya mahal, mereka tidak bisa menutupi gaji, artinya perusahaan tidak boleh ada di tempat yang KHL-nya mahal dong. Coba kamu jadi pegawai mau makan apa kalau gaji rendah,” ujarnya. (Ahmad Sabran)
Editor : Tjatur Wiharyo